Jumat, 29 Maret 2019

Biar Jauh Asal Bisa Makan


Jarak yang jauh bukanlah penghalang untuk meraup rejeki . Demi menafkahi keluarganya, seorang laki-laki paruh baya, dari Bantul, Jogjakarta, rela datang ke Bondowoso untuk berjualan wayang.

Dengan mengenal pemain-pemain gamelan di Pertunjukan wayang, Saridi dapat dengan mudah mendapatkan informasi pertujukan wayang, termasuk Pertunjukan wayang dalang Ki Anom Suroto di Bondowoso Sabtu, 21 September 2014. Ibarat perangko dan surat, Saridi selalu ada ketika pertunjukan wayang berlangsung, baik di luar kota maupun di luar provinsi. Hal seperti  ini bahkan telah Ia jalani semenjak lulus SMA.  
         
“Saya dapat informasi mbak dari dalang-dalang itu,” katanya

Ketika berjualan di luar kota, Saridi biasanya membawa 75 sampai 100 wayang. Memang tidak terlalu banyak, tapi paling tidak Saridi bisa menjual wayang separuhnya (50 wayang) dan Saridi bisa mendapat uang Rp 7  juta 500 ribu sampai Rp 10 juta an. Tapi tidak setiap saat Saridi bisa meraup untung sampai jutaan rupiah, terkadang jika tanggal tua penghasilannya pun seret. Bahkan tidak cukup untuk biaya pulang. 

“Kalau tanggal muda enak mbak bisa laku banyak, tapi kalau tanggal tua seret biasanya,”ujar laki-laki berkumis itu.

Wayang keluarga Pandawa, Krisna, serta Wono kawan, adalah wayang-wayang yang paling digemari oleh pembeli. Saridi saja tidak mengerti mengapa tokoh-tokoh itulah yang menjadi kegemaran, hanya saja kata Saridi para calon pembeli wayangnya lebih banyak memilih tokoh-tokoh baik ketimbang tokoh wayang jahat yang dia buat. 

Selain ketokohan wayang, pembeli, kata Saridi, kadang juga memperhatikan halus dan kasarnya pahatan-pahatan. Calon pembeli dengan ciri seperti ini, biasanya tidak peduli dengan harga. Mereka berani membeli dengan harga yang mahal asalkan bisa mendapatkan wayang dengan pahatan halus.

Harga wayang-wayang Saridi beragam. Wayang dengan pahatan kasar, dan menggunakan kayu biasanya Saridi jual Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu. Sedangkan Untuk wayang dengan pahatan yang halus dan kerangka terbuat dari tanduk kerbau harganya Rp 350 ribu sampai Rp 500 ribu. Untuk membuat selembar wayang halus, Saridi memhabiskan waktu sampai tiga hari. Sedangkan untuk wayang dengan pahatan kasar dia membuatnya cukup satu hari saja. 

“Kalau yang halus begini mbak itu sampi tiga hari, kalau yang kasar-kasar itu cukup satu hari. Kalau dulu buat wayang itu ndak sembarangan sampai harus puasa loh mbak, apalagi pas buat Gunungan. Kan Gunungan itu ada isinya mbak” jelas Saridi, di depan Pendopo Kabupaten Bondowoso. 

Apresiasi masyarakat Bondowoso untuk beli wayang, kata Saridi, tidak terlalu tinggi. Menurutnya karena kebanyakan masyarakat Bondowoso adalah orang Madura. Jadi sabtu malam itu, wayang Saridi lebih banyak dibeli oleh masyarakat dari luar kota, seperti Ambulu, Banyuwangi, Probolinggo, sampai Surabaya.

Bagi Saridi, berjualan wayang bukan hanya sekedar mencari untung belaka. Namun, juga untuk mempertahankan seni tradisi jawa. Walau tidak setiap hari bisa menjual wayang dengan mendapat untung banyak paling tidak kantong Saridi terisi untuk bisa menafkahi anak dan istrinya.


Note :Tulisan ini sebenarnya saya tulis pada 2014 lalu, dan sudah tayang sebagai berita feature di Radio Romantika. Kala itu, saya baru belajar menjadi seorang jurnalis radio, dan langsung mendapat tugas untuk menulis berita feature. Jadi, bisa dibilang ini adalah tulisan feature pertama saya. Sayang, di radio tempat saya bekerja, waktu itu, tidak ada web untuk mempublish tulisan ini. Oleh karena itu, saya posting kembali di blog pribadi ini. Walaupun berita ini sudah saya liput cukup lawas, mudah-mudahan bisa tetap  memberikan inspirasi bagi pembaca. Untuk photo Pak Saridi yang saat itu tengah berjualan sudah tidak ada di file USB saya. Jadi, tidak bisa saya share di tulisan ini. Namun, sekali lagi, mudah-mudahan cerita ini tetap bisa menginspirasi.