Jarak yang jauh bukanlah penghalang untuk
meraup rejeki . Demi menafkahi keluarganya, seorang laki-laki paruh baya, dari
Bantul, Jogjakarta, rela datang ke Bondowoso untuk berjualan wayang.
Dengan mengenal pemain-pemain gamelan di
Pertunjukan wayang, Saridi dapat dengan mudah mendapatkan informasi pertujukan
wayang, termasuk Pertunjukan wayang dalang Ki Anom Suroto di Bondowoso Sabtu, 21 September 2014. Ibarat perangko dan surat, Saridi selalu ada ketika
pertunjukan wayang berlangsung, baik di luar kota maupun di luar provinsi. Hal
seperti ini bahkan telah Ia jalani
semenjak lulus SMA.
“Saya dapat informasi mbak dari dalang-dalang itu,” katanya
Ketika berjualan di luar kota, Saridi biasanya
membawa 75 sampai 100 wayang. Memang tidak terlalu banyak, tapi paling tidak
Saridi bisa menjual wayang separuhnya (50 wayang) dan Saridi bisa mendapat
uang Rp 7 juta 500 ribu sampai Rp 10
juta an. Tapi tidak setiap saat Saridi bisa meraup untung sampai jutaan rupiah,
terkadang jika tanggal tua penghasilannya pun seret. Bahkan tidak cukup untuk
biaya pulang.
“Kalau tanggal muda enak mbak bisa laku banyak, tapi
kalau tanggal tua seret biasanya,”ujar laki-laki berkumis itu.
Wayang keluarga Pandawa, Krisna, serta Wono
kawan, adalah wayang-wayang yang paling digemari oleh pembeli. Saridi saja
tidak mengerti mengapa tokoh-tokoh itulah yang menjadi kegemaran, hanya saja
kata Saridi para calon pembeli wayangnya lebih banyak memilih tokoh-tokoh baik
ketimbang tokoh wayang jahat yang dia buat.
Selain ketokohan wayang, pembeli, kata Saridi,
kadang juga memperhatikan halus dan kasarnya pahatan-pahatan. Calon pembeli
dengan ciri seperti ini, biasanya tidak peduli dengan harga. Mereka berani
membeli dengan harga yang mahal asalkan bisa mendapatkan wayang dengan pahatan halus.
Harga wayang-wayang Saridi beragam. Wayang
dengan pahatan kasar, dan menggunakan kayu biasanya Saridi jual Rp 100 ribu
sampai Rp 150 ribu. Sedangkan Untuk wayang dengan pahatan yang halus dan kerangka
terbuat dari tanduk kerbau harganya Rp 350 ribu sampai Rp 500 ribu. Untuk membuat selembar wayang halus, Saridi
memhabiskan waktu sampai tiga hari. Sedangkan untuk wayang dengan pahatan kasar
dia membuatnya cukup satu hari saja.
“Kalau yang halus begini mbak itu sampi tiga
hari, kalau yang kasar-kasar itu cukup satu hari. Kalau dulu buat wayang itu
ndak sembarangan sampai harus puasa loh mbak, apalagi pas buat Gunungan. Kan
Gunungan itu ada isinya mbak” jelas Saridi, di depan Pendopo Kabupaten Bondowoso.
Apresiasi masyarakat Bondowoso untuk beli
wayang, kata Saridi, tidak terlalu tinggi. Menurutnya karena kebanyakan
masyarakat Bondowoso adalah orang Madura. Jadi sabtu malam itu, wayang
Saridi lebih banyak dibeli oleh masyarakat dari luar kota, seperti Ambulu,
Banyuwangi, Probolinggo, sampai Surabaya.
Bagi Saridi, berjualan wayang bukan hanya sekedar mencari untung
belaka. Namun, juga untuk mempertahankan seni tradisi jawa. Walau tidak setiap
hari bisa menjual wayang dengan mendapat untung banyak paling tidak kantong
Saridi terisi untuk bisa menafkahi anak dan istrinya.
Note :Tulisan ini sebenarnya saya tulis pada 2014 lalu, dan sudah tayang sebagai berita feature di Radio Romantika. Kala itu, saya baru belajar menjadi seorang jurnalis radio, dan langsung mendapat tugas untuk menulis berita feature. Jadi, bisa dibilang ini adalah tulisan feature pertama saya. Sayang, di radio tempat saya bekerja, waktu itu, tidak ada web untuk mempublish tulisan ini. Oleh karena itu, saya posting kembali di blog pribadi ini. Walaupun berita ini sudah saya liput cukup lawas, mudah-mudahan bisa tetap memberikan inspirasi bagi pembaca. Untuk photo Pak Saridi yang saat itu tengah berjualan sudah tidak ada di file USB saya. Jadi, tidak bisa saya share di tulisan ini. Namun, sekali lagi, mudah-mudahan cerita ini tetap bisa menginspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar