Pemuda Bondowoso membuat tensi umum. Yakni alat pengukur
tekanan darah yang bentuknya sama persis dengan telphone umum, dan diletakkan
di pinggir jalan.
Adalah Fitroh Nur Fajri, pemuda asli Desa Kejawan, RT/RW
: 30/5, Kecamatan Grujugan ini, mengaku bahwa karyanya memang terinspirasi dari
telephone umum yang sekarang sudah tidak terpakai dan hanya seperti pajangan di
pinggir jalan. Ditambah lagi, jauhnya Puskesmas dan sedikitnya SDM kesehatan di
sekitar rumahnya yang bisa memberikan layanan tensi darah pun menjadi faktor
penyemangatnya untuk membuat karyanya itu.
“Tidak selamanya yang punya dan yang bisa memberikan
layanan tensi itu stand by di rumah. Apalagi di Bondowoso, penelitian saya 2018 itu,
hipertensi menduduki angka pertama sebagai penyakit tak menular pada tahun 2017,”
ujar pemuda lulusan D III Keperawatan Akper Bondowoso tahun 2018 itu.
Semula, Fajri – sapaan akrabnya- melihat adanya telephone
umum di Kawasan kota. Terpikir dibenaknya, untuk mengubah telephone umum
tersebut menjadi alat pengukur tekanan darah. Sehingga, kerangka telephone umum
itu pun bisa bermanfaat. Namun demikian, saat itu dirinya tak tahu harus
menghubungi siapa untuk menggunakan telphone umum tersebut menjadi seperti yang
ada dibenaknya.
Karena itulah, Fajri mencoba menduplikat telephone umum
dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dengan merogoh kocek dari
kantong pribadinya hingga Rp 700ribu. Selama dua bulan dirinya merakit tensi
umum tersebut sendiri. Mulai dari pembuatan kerangka telephone umum dengan
besi. Kemudian, membeli tensi digital, dan tak lupa menyiapkan leaflet yang
berisi berbagai penjelasan tentang hipertensi, darah rendah dan berbagai
informasi tentang tekanan darah.
Sekarang tensi umum tersebut ia letakkan di samping
rumahnya. Semua warga bisa memeriksa tekanan darahnya secara gratis. Walaupun
tidak ada tenaga kesehatan.
“Iya jadi hampir mirip dengan telephone umum, saya
sediakan tempat duduk. Jadi warga tinggal duduk, tinggal mansetnya dipasang di
lengannya, tinggal pencet, tinggal nunggu aja beberapa detik. Sudah ketauan
hasilnya,” jelas laki-laki yang baru saja lulus dan tengah menunggu wisuda itu.
Ia mengaku bahwa sekarang pun anak-anak sekolah di
lingkungannya diajaknya menjadi perawat cilik. Yakni dengan mengajari mereka
cara memanfaatkan tensi umum, sehingga nantinya bisa membantu para lansia yang
juga ingin memeriksa tekanan darah.
“Saya tidak mengharapkan apa-apa dari warga. Terpenting
semuanya bermanfaat,” ujarnya.
Ia pun berharap karyanya ini bisa diproduksi masal yakni
dengan mengubah semua telephone umum yang sudah tak terpakai menjadi tensi
umum. Utamanya di akwasan pelosok. Ujungnya nanti, semua warga masyarakat bisa
memeriksakan diri.
“Impian saya itu, inginnya setiap desa. Apalagi yang
pelosok itu bisa ada seperti tensi umum ini. Sehingga masyarakat itu tidak
sampai kritis ketika ada di rumah sakit,” tutupnya.
Note : Tulisan ini telah tayang di Memoindonesia.com pada 17 April 2019.