Kamis, 18 Juli 2019

Terinspirasi dari Telpon Umum, Pemuda Bondowoso Buat Tensi Umum




Pemuda Bondowoso membuat tensi umum. Yakni alat pengukur tekanan darah yang bentuknya sama persis dengan telphone umum, dan diletakkan di pinggir jalan. 

Adalah Fitroh Nur Fajri, pemuda asli Desa Kejawan, RT/RW : 30/5, Kecamatan Grujugan ini, mengaku bahwa karyanya memang terinspirasi dari telephone umum yang sekarang sudah tidak terpakai dan hanya seperti pajangan di pinggir jalan. Ditambah lagi, jauhnya Puskesmas dan sedikitnya SDM kesehatan di sekitar rumahnya yang bisa memberikan layanan tensi darah pun menjadi faktor penyemangatnya untuk membuat karyanya itu. 

“Tidak selamanya yang punya dan yang bisa memberikan layanan tensi itu stand by di rumah. Apalagi di  Bondowoso, penelitian saya 2018 itu, hipertensi menduduki angka pertama sebagai penyakit tak menular pada tahun 2017,” ujar pemuda lulusan D III Keperawatan Akper Bondowoso tahun 2018 itu.

Semula, Fajri – sapaan akrabnya- melihat adanya telephone umum di Kawasan kota. Terpikir dibenaknya, untuk mengubah telephone umum tersebut menjadi alat pengukur tekanan darah. Sehingga, kerangka telephone umum itu pun bisa bermanfaat. Namun demikian, saat itu dirinya tak tahu harus menghubungi siapa untuk menggunakan telphone umum tersebut menjadi seperti yang ada dibenaknya.

Karena itulah, Fajri mencoba menduplikat telephone umum dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat dengan merogoh kocek dari kantong pribadinya hingga Rp 700ribu. Selama dua bulan dirinya merakit tensi umum tersebut sendiri. Mulai dari pembuatan kerangka telephone umum dengan besi. Kemudian, membeli tensi digital, dan tak lupa menyiapkan leaflet yang berisi berbagai penjelasan tentang hipertensi, darah rendah dan berbagai informasi tentang tekanan darah. 

Sekarang tensi umum tersebut ia letakkan di samping rumahnya. Semua warga bisa memeriksa tekanan darahnya secara gratis. Walaupun tidak ada tenaga kesehatan.
“Iya jadi hampir mirip dengan telephone umum, saya sediakan tempat duduk. Jadi warga tinggal duduk, tinggal mansetnya dipasang di lengannya, tinggal pencet, tinggal nunggu aja beberapa detik. Sudah ketauan hasilnya,” jelas laki-laki yang baru saja lulus dan tengah menunggu wisuda itu.  

Ia mengaku bahwa sekarang pun anak-anak sekolah di lingkungannya diajaknya menjadi perawat cilik. Yakni dengan mengajari mereka cara memanfaatkan tensi umum, sehingga nantinya bisa membantu para lansia yang juga ingin memeriksa tekanan darah.

“Saya tidak mengharapkan apa-apa dari warga. Terpenting semuanya bermanfaat,” ujarnya.

Ia pun berharap karyanya ini bisa diproduksi masal yakni dengan mengubah semua telephone umum yang sudah tak terpakai menjadi tensi umum. Utamanya di akwasan pelosok. Ujungnya nanti, semua warga masyarakat bisa memeriksakan diri.

“Impian saya itu, inginnya setiap desa. Apalagi yang pelosok itu bisa ada seperti tensi umum ini. Sehingga masyarakat itu tidak sampai kritis ketika ada di rumah sakit,” tutupnya.


Note : Tulisan ini telah tayang di Memoindonesia.com pada 17 April 2019. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar